Seiring matahari terbenam di atas jalanan yang ramai di Nairobi, beban krisis tak terlihat semakin menebal di bahu jutaan warga Kenya. Biaya hidup yang meningkat, ketidaksukaan politik, dan kekecewaan yang meluas terhadap pemerintahan sedang menggabungkan untuk menciptakan badai sempurna tantangan kesehatan mental di seluruh negeri.
Meskipun negara telah membuat kemajuan signifikan dalam meningkatkan kesadaran kesehatan mental, laju tersebut belum sejalan dengan tekanan sosio-ekonomi yang terus meningkat yang dihadapi oleh masyarakatnya. Gangguan depresi, kecemasan, gangguan terkait stres, dan penyalahgunaan zat adiktif semakin meningkat, merusak diam-diam komunitas yang sudah terlanjur tertekan.
Beban Psikologis dari Ketegangan Ekonomi
Tingkat inflasi Kenya telah bertahan tinggi secara konsisten dalam beberapa tahun terakhir, dengan harga makanan dan bahan bakar memberikan tekanan besar pada anggaran rumah tangga. Menurut Badan Statistik Nasional Kenya (KNBS), inflasi rata-rata mencapai 7,7% pada tahun 2024, didorong terutama oleh kenaikan harga di sektor transportasi, perumahan, dan komoditas esensial.
Bagi keluarga yang diperkirakan mencapai lebih dari 16 juta yang hidup di bawah garis kemiskinan, hal ini berarti mereka melewatkan makanan, kesulitan membayar biaya sekolah, dan selalu khawatir tentang masa depan. Ada biaya psikologis yang signifikan.
Gejala depresi dan kecemasan muncul pada tingkat yang belum pernah ada sebelumnya," kata Dr. Mercy Wambua, seorang psikiater di Rumah Sakit Nasional Kenyatta. "Kami melihat lebih banyak kasus pikiran tentang bunuh diri, terutama di kalangan dewasa muda yang merasa putus asa tentang prospek ekonomi mereka.
Kecenderungan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Buruk dan Ketidak toleran Politik
Di balik masalah ekonomi terletak kontributor yang lebih merusak ke sedihan nasional: ketidakpuasan politik. Keberatan berulang kali tentang korupsi, nepotisme, dan ketidakefektifan dalam lembaga publik telah meninggalkan banyak orang Kenya merasa lemah dan marah.
Menurut survei Afrobarometer baru-baru ini, 68% orang Kenya berpikir bahwa negara mereka sedang menuju arah yang salah karena kurangnya pertanggungjawaban dan kepemimpinan. Banyak orang sekarang melihat surat suara sebagai sumber kekecewaan yang konstan bukan sebagai alat untuk perubahan.
Pemilihan umum tahun 2022 diwarnai oleh tuduhan penipuan dan perpecahan etnis yang mendalam, yang semakin merusak kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Rapat politik seringkali berubah menjadi retorika suku yang bermusuhan, menciptakan suasana ketakutan dan ketidakpastian.
“Hidup dalam tekanan politik yang konstan dapat menyebabkan stres kronis, terutama ketika warga negara merasa tidak memiliki kendali atas pemerintahan,” kata Profesor Peter Mwaura, seorang psikolog politik di Universitas Nairobi. “Tingkat kekecewaan ini meresap ke dalam kehidupan sehari-hari dan mempengaruhi kesejahteraan mental.”
Mengenali Perjuangan yang Terselubung: Tanda-tanda dan Gejala Gangguan Kesehatan Mental
Salah satu tantangan utama dalam mengatasi masalah kesehatan mental di Kenya adalah kurangnya kesadaran tentang bagaimana kondisi-kondisi ini muncul. Banyak orang mengalami penderitaan psikologis tanpa menyadari bahwa apa yang mereka alami bisa jadi merupakan kondisi kesehatan mental yang dapat didiagnosis dan ditangani.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa gangguan mental umum seperti depresi dan kecemasan sering kali tidak teridentifikasi karena malu, salah paham dalam budaya, dan kurangnya akses ke perawatan profesional.
Tanda-tanda dan gejala umum meliputi:
- Perasaan sedih, putus asa, atau kekosongan yang berkelanjutan
- Kehilangan minat atau kesenangan dalam kegiatan yang dulunya disukai
- Sulit berkonsentrasi atau membuat keputusan
- Perubahan pada nafsu makan atau berat badan
- Kelelahan, energi rendah, atau insomnia
- Iritabilitas meningkat, gelisah, atau agresif
- Penarikan sosial dan kehilangan motivasi
- Penggunaan zat sebagai mekanisme penanganan
- Pikiran bunuh diri atau perilaku penyakitan diri sendiri
Meningkatkan kesadaran tentang tanda-tanda ini sangat krusial—terutama di komunitas pedesaan dan berpenghasilan rendah di mana literasi kesehatan mental masih rendah. Pengenalan dini dan intervensi dapat mencegah peningkatan gejala dan meningkatkan hasil pemulihan dengan signifikan.
Biaya Sosial: Sebuah Negara di Bawah Tekanan
Efek kesehatan mental tidak hanya bersifat pribadi, tetapi juga bersifat masyarakat. Menurut Kementerian Kesehatan, Kenya kehilangan sekitar 50 juta jam produktif setiap tahunnya akibat gangguan kesehatan mental yang tidak ditangani. Penggunaan zat terlarang juga semakin meningkat, terutama di kawasan kumuh perkotaan dan pemukiman informal, karena banyak orang beralih ke alkohol dan obat-obatan untuk menghindari masalah mereka.
Selain itu, stigma terhadap kesehatan mental masih dalam akar kuat dalam keyakinan budaya, yang mengarah pada pelaporan yang kurang dan perawatan yang tidak memadai. Kenya hanya memiliki sekitar 100 psikiater praktik untuk populasi lebih dari 50 juta orang, kesenjangan yang mengkhawatirkan yang menunjukkan besarnya krisis ini.
Lessons from Abroad: What Kenya Can Learn
Negara seperti Rwanda dan Chile menawarkan contoh bagaimana keinginan politik dan inisiatif komunitas dapat membalikkan penurunan kesehatan mental.
In Rwanda, mental health treatments were integrated into primary care as part of a post-genocide national trauma rehabilitation plan. Community-level training of local "mental health coordinators" greatly improved access and decreased stigma.
Chile, di sisi lain, merespons tantangan kesehatan mentalnya dengan memperkuat psikolog di sekolah-sekolah dan klinik publik, sehingga memudahkan warga negara untuk menerima diagnosis dan pengobatan tepat waktu tanpa hambatan biaya.
Dua negara tersebut menekankan pentingnya memprioritaskan perawatan kesehatan mental holistik dalam kebijakan nasional daripada menganggapnya sebagai pertimbangan terakhir.
Jalan Maju: Apa yang Bisa Dilakukan Kenya
Untuk mengatasi krisis yang semakin membesar, Kenya memerlukan pendekatan yang beragam:
- Meningkatkan Pendanaan dan Akses: Kesehatan mental harus dimasukkan ke dalam agenda perawatan kesehatan universal. Investasi dalam pelatihan psikiatri, program pelayanan masyarakat di daerah pedesaan, dan perawatan yang disubsidi sangat penting.
- Solusi Berbasis Masyarakat: Latih pemimpin lokal dan tenaga kesehatan dalam mendukung kesehatan mental dasar, seperti model Rwanda, sehingga perawatan mencapai tingkat dasar masyarakat.
- Alamatkan Penyebab Pokok: Kebijakan kesehatan mental tidak dapat berdiri sendiri. Mengatasi korupsi, pengangguran, dan politik suku sama pentingnya. Pemerintahan yang inklusif dan reformasi ekonomi diperlukan untuk kemajuan yang nyata.
- Hilangkan Stigma Terhadap Gangguan Jiwa: Luncurkan kampanye nasional dengan menggunakan tokoh publik yang dihormati untuk berbicara terbuka tentang kesehatan mental. Tabu budaya harus dipecahkan melalui pendidikan dan dialog jujur.
- Penglibatan Pemuda: Dengan lebih dari 75% populasi Kenya di bawah 35 tahun, menciptakan pekerjaan yang bermakna dan platform kegiatan masyarakat yang melibatkan pemuda dapat mengalihkan frustasi menjadi perubahan konstruktif.
Pemanggilan Nasional untuk Bangun dari Tidur
Kondomini semakin dekat bukan lagi di pintu gerbang tetapi sudah berada di ruang tamu. Tanpa pengawasan yang tepat, beban kesehatan mental berpotensi merusak kain sosial dan produktivitas masa depan Kenya. Namun, dengan tindakan yang disengaja, kepemimpinan yang menginspirasi, dan kekuatan komunitas, Kenya dapat mengurangi arusnya.
Waktunya untuk bertindak adalah sekarang, tidak hanya untuk mereka yang diam-diam menderita, tetapi juga untuk kesejahteraan dan stabilitas negara.
0Komentar